Pesan Anas Urbaningrum Di Sebuah Acara KAHMI Daerah
Pesan Mantan Ketum PB HMI Di Acara KAHMI Padangsidimpuan
Anas Urbaningrum, Selasa (26/9/2023) kemarin, bersafari ke Kota Padangsidimpuan. Tokoh politik Indonesia yang kini menjadi Ketua Partai Kebangkitan Nusantara itu memberi meteri dalam dialog kebangsaan bertajuk; Urgensi Kaum Cendekia Dalam Merawat Kebhinekaan.
Ketua PB Himpunan Mahasiswa Islam periode 1997-1999 ini bercerita seputar beberapa tempat di Padangsidimpuan yang telah dikunjunginya. Dalam lawatan yang dipandu Ketua MD Korps Alumni HMI (Kahmi) Padangsidimpuan Khoiruddin Nasution.
“Tadi pagi saya diajak Ketua Khoir di Buffet Sentosa. Bukan warungnya yang penting. Di warung itu, menjadi tempat terbuka bagi siapa saja yang datang, bisa melakukan bebas merdeka tanpa ada halangan apapun mengutarakan pikiran. Di warung itu menjadi tempat percakapan yang terbuka, mulai dari tokoh-tokoh, pensiunan bahkan orang-orang makelar di sekitar pasar. Nah, poinnya di situ ada ruang sosial. Ruang berbicara politik yang bebas,” ungkap Cak Anas, sapaan akrab Ketua Perhimpunan Pergerakan Indonesia itu.
Hal itu menurutnya sangat berbeda dengan kondisi saat ini dalam fraksinasi. Tatkala anggota fraksi mengutarakan pikiran, maka akan dihalangi oleh ketua yang berlawanan ide dengannya. Bahkan akan diasing dan singkirkan.
“Makin ke sini, makin sempit ruang berbicara. Itu banyak halangan kebebasan berbicara sosial politik,” katanya.
Karena itu, Cak Anas kemudian mengajak para cendekiawan terus-menerus berdialektika. Mengungkapkan ide dan gagasan, sejak dari tesis, antitesis dan sintesis. Merawat perbedaan-perbedaan yang horizontal bagian dari khazanah Bangsa Indonesia.
Sebab katanya, Indonesia dibangun dari pertentangan ide-ide founder fathers (Pendiri bangsa), yang terus dikonsolidasi ke seluruh Nusantara. Mulai dari Sumpah Pemuda 1928, Pembentukan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), konversi Piagam Jakarta ke Pancasila, hingga proses konsolidasi (Integrasi) Pasca Proklamasi.
“Di tempat lain. Saya juga dibawa ke tempat yang punya nilai historis, di Pajak Batu atau Pos Kota. Di sana dulu Bung Karno pernah berpidato menggelegar. Pidato penuh kharisma, yang bisa menghipnotis massa atau rakyat. Sehingga apapun yang di pidato dihirup menjadi semangat ke-Indonesia-an. Konsolidasi semangat Ke-Indonesia-an. Karena Indonesia tahap awal pembentukan negara,” cerita tokoh yang dihormati aktivis HMI dan para alumni tersebut.
Saat ini, para cendekiawan dan anak bangsa, sesungguhnya tinggal melanjutkan pondasi ide Indonesia yang telah diikat dengan kebhinekaan dan kemajemukan yang demokratis. Namun, realita lapangan menurutnya, demokrasi yang dijalankan seringkali tidak berpihak secara sosial dan ekonomi, kepada mayoritas rakyat Indonesia.
“Pertanyaan, apakah demokrasi yang kita kembangkan itu menjamin kemajemukan yang sehat?. Tidak ada halangan lagi ide-ide bersifat ideologis?,” tanya Cak Anas.
Menurutnya, gagasan dan pikiran yang pragmatisme (praktis) seharusnya tidak punya tempat. Karena pragmatisme dalam politik akan mengasingkan pikiran cendekia. Sementara, bangsa Indonesia dibangun atas pikiran, ide dan gagasan yang cendekia.
“Karena cendekiawan itu pasti menghargai kemajemukan. Cendekiawan jangan malah menjadi agen-agen kejumudan dalam berpikir, harus azan (mengingatkan,bersuara), lebih kencang lagi,” katanya berharap cendekiawan terus bersuara, meregenerasi pikiran-pikiran baharu, merawat bangsa yang mejemuk.
Komentar
Posting Komentar