Mursalin Dahlan Meninggal Dunia

  


Inna lillahi wa innailaihi rojiun, telah berpulang rahmatullah ayah / mertua kami tersayang, DR. (HC). H. Mursalin Dahlan di RS Muhamadiyah Bandung Hari Sabtu 10 Pebruari 2024 sekitar pukul 13.00 WIB jenazah masih di RS, nanti akan dibawa ke rumah duka


Politik Dakwah dan Dakwah Politik


Selain sebagai muballigh Islam, Mursalin Dahlan juga seorang politisi ideologis yang militan. Pengalaman politik peraktisnya tak perlu diragukan. Tercatat sebagai pengurus di sejumlah ormas dan lembaga dakwah Islam, Mursalin juga menjadi Ketua Umum DPW Partai Ummat Islam (PUI) Bandung, Jawa Barat.



Di tengah-tengah kesibukannya sebagai penceramah dan mentor Pesantren Kilat, Mursalin tidak meninggalkan sama sekali aktivitas intelektualnya. Ia masih aktif menulis artikel di media massa cetak, baik yang terbit di Indonesia maupun di negeri jiran Malaysia. Menulis, ada kalanya merupakan salah satu ikhtiar untuk memperbaiki ekonomi keluarga yang pas-pasan karena sering ditinggal berdakwah. 


Pada 12 Februari 2000, Mursalin Dahlan, kelahiran Tambelan, Riau 19 November 1941, adalah alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan Teknik Kimia (1963 – 1967) memperoleh anugerah gelar Doktor Honoris Causa (HC) bidang Ilmu Politik dari American Institute of Management Studies dan Modern Institute of Management and Business, di Hotel Hilton, Jl. Sultan Ismail, Kuala Lumpur Malaysia. Pada acara penganugerahan gelar DR. HC tersebut, Mursalin Dahlan menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Islam dan Dinamika Politik Indonesia”. 


Namun, betapapun silih bergantinya situasi dan kondisi politik, Mursalin ternyata bukanlah seorang yang berambisi terhadap kekuasaan. ketika para aktivis dakwah seangkatannya banyak yang mendekat ke penguasa, dan menjadi bagian dari birokrasi eksekutif atau legislatif. Ia tetap mengambil sikap oposisi dan konsisten untuk, “Berdakwah dengan politik dan berpolitik dengan dakwah”.


Bersama Majelis Mujahidin


Keinginan untuk menerapkan Syariat Islam di Indonesia tak pernah padam. Semenjak Islam masuk ke negeri ini, pada abad ke-7, ketika itu belum bernama Indonesia, sudah ada kerajaan Islam yang senantiasa berusaha untuk menegakkan Syariat Islam di wilayah kerajaannya. Bahkan setelah penjajah Belanda berkuasa pun, kerajaan-kerajaan Islam yang ada masih berusaha menegakkan Syariat Islam.




Majelis Mujahidin lahir berawal dari keprihatinan para tokoh Gerakan Islam, menyaksikan kondisi bangsa Indonesia yang semakin terpuruk dan jauh dari tuntunan agama. NKRI yang diperjuangkan dan dihuni oleh penduduk mayoritas muslim sedang digiring ke arah yang tidak sejalan dengan cita-cita kemerdekaan, yaitu negara yang adil, makmur dan beradab, serta bertentangan dengan dasar negara tauhid, Ketuhanan YME.


Para tokoh Gerakan Islam yang seperti Irfan S. Awwas, M. Shabbarin Syakur, Oni Gustaf Efendi, Abdul Qadir Baraja’, Ir. RHA. Syahirul Alim, M.Sc., Mawardi Noor, SH., Prof. DR. Deliar Noer, Drs. Muhammad Thalib, intensif berdiskui tentang pentingnya peran Islam membangun negara. 


Berawal dari diskusi yang dilakukan secara intensif, yang ujungnya menggagas lahirnya suatu lembaga yang berjuang, tidak sekadar substansial, tapi formalisasi Syariat Islam. Mula-mula Irfan S. Awwas berdiskusi dengan Syahirul Alim, tentang pentingnya formalisasi Syariat Islam di lembaga negara. Apa yang dimaksud dengan Syari’at Islam? Yaitu, segala aturan hidup serta tuntunan yang diajarkan oleh agama Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. 


“Penting bagi umat Islam untuk menegakkan Syariat Islam secara bernegara dan bermasyarakat, di samping perorangan, karena Syariat Islam hanya bisa efektif melaksanakan peran positif membangun negara demi kemaslahatan bersama, apabila dikuat kuasakan secara konstitusional,” terang Irfan dalam diskusi dengan Syahirul Alim.


Ketika itu, Irfan Suryahardy Awwas, salah seorang inisiator/penggagas Kongres Mujahidin yang kemudian dipilih oleh Ahlul Halli wal Aqdi (AHWA) menjadi Ketua Umum Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin, belum lama bebas setelah mendekam di penjara orde baru selama 9 tahun (1984-1993). Ia dituduh melanggar UU antisubversi, menyebarkan ideologi negara Islam melalui bulletin Ar-Risalah.


Ir. Ahmad Syahirul Alim, MSc, Dosen kimia F-MIPA UGM, yang berhasil menyelesaikan hafalan Al-Quránnya justru disaat kuliah S2 di Amerika itu, sangat antusias menyambut gagasan yang disampaikan Irfan. 


“Saya yang sudah setua ini belum sampai berfikir sejauh itu, tapi saudara yang berusia lebih muda sudah memiliki pemikiran cerdas dan bernas, tentu saja saya setuju dan sangat mendukung,” kata Syahirul Alim.


Maka dibentuklah panitia Kongres pada awal bulan Juni 2000. Berkumpul lebih dari 50 orang aktivis Gerakan Islam, utusan dari berbagai institusi Gerakan Islam, seperti aktivis Darul Islam, eks Mujahidin Afghanistan Pertemuan diadakan di Asrama Haji, Ringroad Utara, Yogyakarta.


Dalam rapat koordinasi panitia kongres yang dipimpin Irfan S. Awwas, didampingi Mursalin Dahlan dan M. Shabbarin Syakur, sempat terjadi perdebatan seputar nama kongres yang akan digelar. Dari aktivis jihad Afghanistan tidak sepakat bila kongres yang akan digelar disebut Kongres Mujahidin. 


“Mujahid adalah mereka yang sudah pernah berjihad di medan perang melawan musuh-musuh Islam,” alasan mereka. “Sementara para peserta kongres bukanlah orang-orang yang pernah berjihad di medan perang,” sambungnya.


“Jika tidak setuju menggunakan nama Mujahidin, apakah kongres ini dinamakan Kongres Koidin (sebutan bagi mereka yang tidak mau berjihad membela Islam)?” sindir utusan Khilafatul Muslimin.


Negosiasi kreatif Mursalin Dahlan pun muncul. Ia tampil menengahi. “Mujahid juga berarti orang yang mengorbankan dirinya kepada Allah Swt. Sabda Nabi, mujahid adalah orang yang berjihad dalam ketaatan kepada Allah. Jadi setiap muslim yang siap berjuang untuk membela Islam, baik dimasa damai maupun di masa perang, disebut mujahid. Adapun mereka yang sudah pulang dari medan perang, lebih tepat namanya veteran mujahidin. Saya harap kita tidak berbeda pendapat tentang nama Kongres Mujahidin,” katanya meyakinkan. 


Maka diselenggarakanlah Kongres Mujahidin I yang berlangsung selama 3 hari, 5 - 7 Agustus 2000 M, bertepatan dengan 5 - 7 Jumadil Ula 1421 H. Bertempat di Gedung Mandala Bhakti Wanitatama Yogyakarta dengan tema : “Kongres Mujahidin I Indonesia untuk Penegakan Syariat Islam”. Dihadiri lebih dari 1.800 peserta dari 24 Propinsi di seluruh Indonesia, bahkan hadir pula beberapa perwakilan dari negara sahabat, seperti Moro, Malaysia, dan Arab Saudi.


Ada sebuah momen penting dari keseluruhan pelaksanaan Kongres Mujahidin pertama ini, yaitu acara pembukaan dan tabligh akbar. Sejumlah umat Islam dari pelosok Yogyakarta dan sekitarnya, yang tidak tercatat sebagai peserta kongres, berbondong-bondong membanjiri Stadion Kridosono, tempat pembukaan dan tabligh akbar diadakan. Kehadiran mereka menjadi amat mengharukan ketika mereka menyambut dengan antusias setiap orasi yang disampaikan oleh para narasumber. Pekik “Allahu Akbar” berkumandang setiap saat dari setiap penjuru.



Para peserta kongres menyadari bahwa penerapan Syariat Islam bukan pekerjaan main-main. “Dalam semua langkah diperlukan pendekatan dan sikap untuk menimbulkan kepercayaan orang lain,” kata Prof. Dr. Deliar Noer yang juga Ketum Pertama Partai Umat Islam (PUI) kala itu. 


Untuk pertamakalinya, para mujahid menggelar kongres yang bertekad menegakkan Syariat Islam di negeri mayoritas kaum muslimin ini. “Beri kami kesempatan untuk memimpin. Kalau dalam tempo 20 tahun, Indonesia tidak menjadi adil dan makmur potong leher kami”.

Kata Mursalin lugas


Sementara itu Presiden PUI yang baru Abdullah Amas membawa PUI tampil moderat. Bahwa Perjuangan PUI adalah menegakkan tauhid murni ditengah Masyarakat maka adil makmur akan terjadi. "Kita tak mau masuk ke tema penegakan sistem pemerintahan tertentu, tapi nilai di masyarakat yang terpenting diubah,"ujar Presiden PUI Abdullah Amas


Atas nama DPP PUI, Pihaknya menyampaikan turut berduka atas wafatnya Ketua DPW PUI Jawa Barat Mursalin Dahlan.


"Jangan ragu perjuangan beliau akan terus kami jaga nyalanya di PUI tapi kami lebih mendahulukan pembenahan nilai-nilai di Masyarakat dimana Tauhid murni harus tegak dulu"tegas Amas




Mursalin juga menggagas berdirinya Pesantren Kilat (Sanlat) di Malang, Partai Ummat Islam (PUI), Majelis Mujahidin dan Ikhwanul Muslimin Indonesia (Ikhmi). Kini Mursalin sebagai Ketua Umum DPW Partai Ummat Islam (PUI) Jabar.

Di tengah-tengah kesibukannya sebagai penceramah dan instruktur ”jihad”, Mursalin juga masih sempat menulis sejumlah buku pelajaran fisika dan kimia, serta artikel di media massa cetak, baik yang terbit di Indonesia maupun Malaysia.

Dan terakhir, pada 12 Februari 2000, Mursalin memperoleh anugerah doktor honoris causa (Dr.HC) bidang Ilmu Politik dari American Institute of Management Studies dan Modern Institute of Management and Business, di Hotel Hilton, Jl. Sultan Ismail, Kuala Lumpur Malaysia. Pada acara penganugerahan gelar DR.HC, Mursalin menyampaikan pidatonya ”Islam dan Dinamika Politik Indonesia”.

* *

TATKALA ditemui ”PR” di rumahnya yang sederhana di kawasan Citarip Kopo, Bandung, Mursalin banyak bercerita tentang suka-duka perjuangan dan dakwah Islamiyah. ”Keluarga saya bisa dibilang sudah kenyang makan asam-garam perjuangan suami. Beberapa orang anak saya. alhamdulillaah, istri dan anak-anak saya sangat tabah menghadapi kenyataan hidup dalam perjuangan jihad fii sabilillaah,” ujar Mursalin.

Menyinggung tentang rejeki bagi keluarganya selama di penjara, Mursalin mengungkapkan, Allah swt sesungguhnya Maha Kaya dan Maha Pengasih. Karenanya, dirinya tidak pesimis terhadap rejeki bagi istri dan anak-anaknya. Apalagi dalam Islam dikenal ajaran ukhuwah Islamiyah, sehingga tidak merasa cemas atas nasib istri dan anak-anaknya.

”Selain ada perhatian dari kaum Muslimin, juga saya sempat menulis sejumlah buku pelajaran sekolah. Misalnya, ketika di Malaysia saya menulis buku dan artikel di koran, serta berceramah. Alhamdulillaah, rejeki-Nya sangat bermanfaat,” ungkap Mursalin.


Mursalin juga tercatat pasca PUI tidak bisa ikut Pemilu dia aktif di PMB (Partai Matahari Bangsa).

Lalu terakhir tercatat sebagai Ketua MPW Partai Bulan Bintang (PBB) Jawa Barat

Komentar